Selasa, 03 Januari 2012

For our beloved, our great mother......

oleh Emma Hermawati pada 27 Juli 2011 pukul 15:57
Sentuhan lembut tanganmu slalu menenangkan hati anak2mu.
Tak ada keluh kesah yg keluar dari bibirmu.
Jiak engkau sedih tak setitikpun dari raut wajahmu yg terlihat.
Engkau tak ingin sedih n gundahmu terlihat oleh anak2mu.
Tapi Q taw apa yg berkecamuk dalam hatimu Bunda
n Q tw pasti berjuang membesarkan n mendidik anak bukan pekerjaan mudah.
Q sebagai anak kan trus berdoa agar bunda tetap sehat n janji Q sebagai anak yg berbakti akan slalu bahagiakan bunda.

Mengutip stat Achun Yas MKs for Our Beloved, Our Great Mother, Bunda Terhebat kami sedunia....Love You

21 Juni 2011

oleh Emma Hermawati pada 22 Juni 2011 pukul 21:11
Jarum jam sudah berdetak di kisaran angka 11 malam 21 Juni 2011 ketika handphone ku berdering, lalu suara yg dalam 6 hari terakhir sering mampir terdengar lirih.." jemput saya besok " dan meski sama lirihnya kalimat berikut yang meluncur justru seperti petir ditelingaku. " Pak Yusuf sudah tiada, saya ingin menemuinya untuk yang terakhir kali "...Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un...kehendak Allah terkadang tidak pernah mampu kita prediksikan bahkan dengan logika ilmu pengetahuan sekalipun.
Telepon itu, suara itu milik sahabatku. Bukan...bukan hanya sahabat tapi saudaraku yang 6 tahun ini ku ajak untuk sama-sama mengais rezeki di kota yang jauh dari sanak keluarganya. Dan laki-laki yang telah berpulang itu adalah laki-laki yang ingin melamarnya, laki-laki yang hari kamis seminggu lalu masih bugar dengan semangat hendak menempuh ribuan kilometer perjalanan darat melintasi dua propinsi selama 48 jam hanya untuk membuktikan keseriusannya. Aku masih mengingat dengan jelas kaca yang membening di mata mereka berdua yang membuatku menerka seberat apa perjuangan yang akan mereka jalani.  Laki-laki itu adalah seorang duda.
Benar, dua hari kemudian setiba mereka di kota tujuan hari-hariku terlewati dengan dering demi dering nada telepon & SMS berisi rangkaian cerita peristiwa. Sang sahabat mati-matian meyakinkan orangtua tercinta bahwa laki-laki itu meski dengan status dudanya adalah seorang pria bebas yang tidak terikat perkawinan dengan siapapun dan Sang Bapak juga mati-matian mempertahankan pendapatnya bahwa sang sahabat tidak akan pernah bahagia hidup bersama dengan laki-laki seperti itu. Perang ego dimulai. Dan lalu mulai berwarna dengan sentuhan perbedaan budaya, perbedaan status, perbedaan prinsip serta beraneka perbedaan-perbedaan lainnya dan semua tetap atas nama kasih sayang!
" Bicaralah dari hati ke hati dengan saudaramu, katakan padanya bapak sangat menyayanginya " itu kata sang bapak...
" Kalau kau berbicara dengan bapak tolong sampaikan rasa sayangku yang teramat dalam pada beliau " yang ini ujar sahabatku...
Tapi ternyata atas dasar kasih sayang pun tetap tak mampu membangun jembatan komunikasi yang baik di antara mereka hingga perbedaan itu akhirnya menggariskan takdir sang Laki-laki untuk kembali ke kotanya sendiri dengan sebuah penolakan, sang Bapak mengajukan syarat yang terlampau berat untuk dipenuhi, sang laki-laki mesti pindah ke kota itu dan artinya ia mesti meninggalkan anak-anak tercintanya. Tapi tak ada yang bisa disalahkan!
Masih jelas, ditengah perjalanan pulangnya sempat sang laki-laki menghubungiku. Aku seperti melihatnya menerawang ketika berucap betapa jauhnya perjalanan yang dia tempuh....mungkin ketika itu, ketika dia di hadapkan pada sebuah pilihan hidup jiwanya justru telah melihat sebuah jalan abadi yang akan membawanya pada Sang Khalik. namun kedangkalan pikiran manusiaku tak mampu menangkap pertanda yang dia beri ketika dia berucap tak akan lagi bisa menjumpai belahan hatinya.
Hanya dalam hitungan jam sejak sang laki-laki sempat merebahkan diri dirumahnya, setelah ia bertutur ingin istirahat yang panjang pada sahabat-sahabatnya hingga akhirnya ia benar-benar pergi, benar-benar beristirahat. Kelelahan selama perjalanan panjang melintasi Sulawesi dan shock jantung yang diklaim dokter sebagai penyebabnya. Tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi kecuali Allah Swt.
Sahabatku pergilah dengan tenang....
Menghadaplah Rabb-Mu dengan tenang hai jiwa-jiwa yang diberkahi....


Notes: Tuk saudaraku, maafkan kelancanganku menulis kisahmu. Peristiwa ini benar2 renungan untukku.

Ketika Allah berkehendak

oleh Emma Hermawati pada 1 Juli 2011 pukul 0:07
Ketika Allah menetapkan jalan hidup yg semula lurus-lurus saja, mulus tanpa bebatuan halangan, indah dengan latar kebahagiaan tiba-tiba tanpa notifikasi sedikitpun berbalik 180 derajat menjadi jalan terjal, berliku, penuh hamparan batu-batu tajam yg setiap saat siap menerima pijakan rapuh kaki kita dan ditepian jurang yg tak mampu kita tangkap kedalamannya, apa yang bisa kita perbuat?????
Berontak mungkin ada dalam pikiran yg kalut, mencari kambing hitam (karena kambing-kambing putih lainnya sudah tak ada) bisa jadi alternatif no 1  ditambah berderet alternatif2 lainnya yg bisa jadi juga tidak kalah menyesatkannya. Tapi tidak kalah sering, ketika kita berada disaat seperti itu setitik hidayah Allah tiba-tiba seperti membasuh jiwa, menentramkan! terlebih ketika kita mampu memaknai aneka cobaan tersebut sebagai sebuah ujian agar kita bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketika Allah berkehendak itulah....kumpulkan segenap totalitas pasrah yang ada, karena sesungguhnya hanya pada Rabb-mu lah muara keluah, kesah dan bahagia manusia..

Maaf, ku lupa namamu....

oleh Emma Hermawati pada 6 Juli 2011 pukul 21:32
Kantor BAWASDA pagi tadi..
"ada yg bisa di bantu?" Sapa seorang ibu pegawai
"Iya bu, saya mau ngurus Surat Keterangan Tak Bermasalah utk PNS"
"Wahh...kepala Bawasda lagi ikut rapat dgn Bupati"
"Kalau sy simpan berkas & besok datang lagi bisa bu?"
"....Ibuuuu....masih ingat sya????" Celetukan dari belakang kami, dan dengan setengah mengerutkan kening langsung berucap "ya iyalah..masa lupa???" tapi tetap dengan otak yg berpikir 1000 x mengingat wajah itu (dalam hati, kemungkinan besar siswa SMA lalu)...
"Alumni SMA negeri 1 Toili, bu....."
"Iya ya....sy ingat (masih tetap linglung mengingat namanya tapi memaksa mengenali biar urusan lancar....)
"Nanti sy ketikkan sekarang suratnya bu, besok klu sudah selesai sy hub Ibu...minta no HPnya aja"...
Waaahhh...benar kan, klu ada kenalan pasti semua urusan lancar....
Kriing 4x......No baru memanggil:
"Bu minta alamatnya utk di isi di surat keterangan"
Dan akhirnya di HP no baru tdi ter-save dgn nama "Alumni BAWASDA" krn smpai pulang sy tetap lupa namanya. Maaf.....

Rindu Tana Doangku

oleh Emma Hermawati pada 8 Juli 2011 pukul 23:08
Sepi malam menghantar sebuah rindu pada kesenyapan lembah nun jauh di pedalaman selayar..rindu yang selalu menggoda saat aku merasa terbuang disini. Pada hamparan padang, pada sejauh mata memandang dan yang ada hanya keemasan ilalang, pada satu dua ekor kuda yang merumput, pada satu dalam sekian jam deru mobil melintas jalan beraspal mengitari lembah demi lembah. Aku selalu merindui suasana puncak bukit ketika tatapan tak terhalang ke dasar lembahnya...
Di malamnya, rinduku pada nyanyian serangga malam yang selalu beriring desah angin dari balik dinding yang tak rapat anyamannya, pada liukan lampu pencari udang yang menarikan tari kasmaran pedalaman.  Sunyi namun menghangatkan...lembut dalam keliaran yang menggairahkan
Dan malam ini aku ingin terbang kesana.
Menjumpai kekasih-kekasih khayalan ku disana, di gemerisik mata air dan sunyi hutannya. Lalu ingin mengajak kenanganku bermain kembali, sorak bocah dengan tawa renyah bersama di atas pelepah nyiur  melenggok ringan beralas ilalang dari puncak bukit utk berlabuh mesra di pelukan lembah....
Selayarku slalu menawarkan warna berbeda....meski kini, jejeran rumah panggung berdinding dan beratap bilahan bambu sudah tak berbekas lagi; meski pohon “Budong” penanda kampung tak lagi menjulang; meski tinggal mata-mata air “Buhung Kangseba, Buhung Tokka & Buhung2 lainnya” yang tetap mengalir, tetap dengan kedalaman yg terjangkau oleh tangan mungilku-tapi telah diseraki dedaunan gugur dari pohon-pohon kenari di atasnya-aku membayangkan gayung dari buah bila masih menanti tangan yang berkenan menggenggamnya; dan mungkin saat ini hanya mushalla tua-satu-satunya yg tersisa, penanda pernah dalam kurun waktu yang lama, kampung kecil itu merangkai dan menyimpan banyak cerita tak terlupa dari penghuninya.
Sepuluh tahun tak menjamahmu, melabuhkan hasrat ingin lelap dipelukan alammu,  Selayarku.

Dengan Nama Allah....,

oleh Emma Hermawati pada 11 Agustus 2011 pukul 20:00
Meretas jalan yang telah dipersiapkan Allah dengan sempurnanya,
walau dengan beribu ketakmengertian akan makna demi makna yang terurai.
Hari ini, aku belum paham akan maksud Allah mempertemukan kita dengan cara yang jauh dari logika,
tapi keyakinan bahwa Allah telah sempurna mengatur kehendak hingga tak ada yang tak mungkin bagi-Nya
dan Allah tengah mempersiapkan kebahagiaan kita...
Dengan kawalan munajat "Ya Rabb bila menurut-Mu dia yang terbaik untuk dunia lebih2 untuk akhiratku maka pertemukan kami dalam Ridho-Mu namun bila menurut-Mu dia hanya akan membawa kemudharatan bagi dunia lebih2 bagi akhiratku maka berikan aku ganti yang lebih baik darinya"
Bismillah.....semua semata sebagai ibadah pada-Nya.

"Ode Sang Pecinta tuk Kekasihnya"

oleh Emma Hermawati pada 12 Agustus 2011 pukul 21:03
Aku bersimpuh dikebesaran semesta,
Mengadukan kekerdilanku,
Kenaifanku memaknai sebuah cinta.
Aku mengeluh..
Ketika semua cinta yang ku pahami dengan logika berlalu begitu saja.
Aku menangis..
Saat semua orang-orang terkasih pergi meninggalkan tanpa belas.
Hingga gema dzikir alam raya menggugah fitrah manusiawiku.
Hanya Allah yang terus mencintaiku!!
Lewat helaan nafas,
Denyut nadi
Detak jantung,
Lewat ragaku yang masih bernyawa detik ini….
Hanya Allah yang tak pernah berpaling dariku!!!!!
Lewat sinar matahari pagi yang membangunkan setelah lelapku semalam dan tak berjarak dari maut
Lewat lembut cahaya bulan biru nan mendinginkan panasku…
Allah-lah cinta sejati yang mestinya ku perjuangkan!


Saluan, 03 Sept 09
Copas dari buku harian berdebu yang tergeletak di kolong ranjang...

Catatan Cinta Semesta

oleh Emma Hermawati pada 12 Agustus 2011 pukul 21:12
Aku melihatmu diantara bulan, diantara bintang-bintang yang asyik bercengkerama dengan kelam malam. Entah apakah senyum yang tergambar di raut wajahmu ataukah irisan dendam tak berpangkal. Penuh rasa rindu dan dengan segala keterbatasan yang ku miliki, malam ini aku serasa ingin menerbangkan sayap-sayapku kepadamu. Tak peduli sayap-sayap cintaku ternyata telah remuk redam selama kurun waktu kebersamaan kita. Pun tak mengapa bila perjumpaan kita akhirnya hanya ada dalam tidur lelahku yang tak pernah terlelap.
Dia, sosok yang setiap malam aku dapati diantara ribuan bintang, ditengah cahaya lembut bulan biru dan di setiap pagi mendekapkan hangatnya mentari didadaku namun disetiap waktu yang dimilikinya penuh kebanggaan karena mampu mengiris hatiku menjadi keping-keping tak berbentuk dengan cintanya yang teramat angkuh untuk ku miliki sepenuhnya. Beberapa rentang masa yang lalu dia ramah menjenguk di tengah kemarau panjangku, menawarkan sejuknya air yang tak mampu lagi kutampung dalam kendi-kendi hatiku, mengusap lukaku yang hampir memborok dengan ketulusan yang tak bisa ku nilai dengan apapun. Dia, adalah Jibril dalam hati, dalam hidupku.
“ Kasih sayang yang aku tawarkan dan  aku inginkan darimu”, bisiknya perlahan di ujung telingaku malam itu setelah siangnya dia menulis di dinding sederet angka dan huruf tak beraturan yang tak mampu ku maknai. Tanpa upacara aku dan dia hari itu adalah sepasang pengantin yang tengah berlayar di langit biru menuju bulan, menuju istana dan surga yang dibangunnya untukku. Aku merayakannya sendiri dengan cahaya airmata dan bunga terimakasih namun aku masih mampu tersenyum, karena dialah malaikat yang akan mengantarkanku ke surga..
  Malam-malam berlalu masih teramat rajin memantulkan gambarnya meski terkadang mendung membungkus bulan dan ribuan bintang dalam selimut kebesarannya. Akupun masih bisa menandai segaris senyum di bibir dan pendar menggoda di matanya.
“ Aku hanya ingin berbagi diri dan cintamu dengan bulan dan beribu bintang di langit, bukan dengan orang lain dan tak ada orang lain!”. Maafkan aku yang mulai mengikatmu dengan rasa kasih yang teramat dalam, tapi dia hanya tersenyum merengkuh bahu mungilku, menghadiahkan kecupan hangat di sudut bibir, sembari mengajakku bercerita tentang hidup. Hidup yang baginya adalah memberi kehidupan bagi orang lain, itulah hidup yang hakiki, hidup adalah ladang bakti bagi orangtua dan keluarga, juga orang lain!. Hidup akan menemukan hakikatnya bilamana kita memahami bahwasanya kita hidup bukanlah untuk diri sendiri tapi justru untuk orang lain. Satu hal yang menjadi dasar kekagumanku pada sosok tegar itu.  Aku akan hidup untuk menghidupimu, malaikatku!
Jika malam selalu menggambarkan bayangnya, maka pagi yang menjelma akan menyodorkan cerita-cerita panjang tentang aku dan dia. Disinar surya itu ada pita panjang berisikan jalinan kisah; suka, derai tawa, canda juga sedih, sakit, cemburu, airmata bahkan dendam!!!! Karena perjalanan waktu perlahan-lahan memberitahu bahwa bukan hanya aku yang diberinya hidup tapi sederet nama lain; nama-nama yang juga  tertulis dalam hatinya. Ya Tuhan…bukankah aku pernah meminta agar hatimu hanya terbagi untukku dan keluarga yang begitu engkau banggakan?…………..Tapi dia selalu berhasil memetik bunga-bunga maaf atas segala pertanyaanku, memenuhi rongga hidungku dengan wangi tulusnya dan airmata luka itu harus bisa ku telan kembali.
Cinta tak pernah bersyarat begitu celoteh riang burung-burung pada awan, pada hamparan langit dan puncak gunung membisikkannya padaku; jangan pernah meminta, mengharap, menuntut apalagi memaksa pada cintamu karena itu bukanlah sebenar-benarnya cinta. Hingga gemuruh ombak lirih menenangkan cemburuku; kesejatian cinta adalah selalu memberi kebahagiaan tanpa pernah sekalipun menuntut balasan! Ah…malaikatku maafkan aku.
Sampai akhirnya aku mesti banyak belajar pada terik matahari tentang panas yang menyengat tapi tak perlu membakar sesuatu selama masih ada tetes kesejukan membasah. Tak lupa aku diajari oleh hamparan pasir ditepian pantai; betapapun ombak menghantamnya, memaksanya bergulir entah kedasar lautan sedalam apa namun tetap berwujud seperti asalnya. Cinta tak harus merubahku menjadi raksasa atau iblis yang terbakar cemburu. Bila dia mengajariku tentang kehidupan maka aku belajar dari semesta tentang bagaimana menghadapi hidup itu sendiri, hingga aku dan dia masih bisa terus bergandengan tangan membelah hidup. Dan aku masih mampu menciptakan seulas senyum ketika jemariku mengusap rambutnya, menidurkan cintaku sementara langit-langit hatiku justru meneteskan pilunya.
Malam ini masih seperti malam kemarin, diruangan persegi empat berdinding putih, dingin dan kaku aku masih menatap ribuan, puluhan ribu atau bahkan milyaran bintang dilangit-langit kamar. Diantaranya jelas terlukis wajah berhias senyum samar. Dia yang kini entah tengah menikmati hidupnya puluhan kilometer dariku, memaksaku merangkai huruf-huruf kabur membayangkan nama siapa lagi yang akan ditulis di dinding  hatinya, dalam sebuah kamar yang mungkin akan bersebelahan denganku hingga aku bisa mendengar janji-janji mereka, bahkan bisa mengintipnya melingkarkan cincin sambil berucap; kasih sayang yang kutawarkan dan kuinginkan darimu. Seperti yang pernah diucapkan padaku lalu. Ah….bulanku, doa-doa tak cukup mengusir sesak karena kesendirian ternyata hanya dan selalu menawarkan prasangka, maka ijinkan aku membelah cahaya untuk masuk ke rahimmu. Biarkan waktu kelak melahirkan aku menjadi salah satu bintang di langit, atau sebutir pasir di pantai,  pun sekedar buih ombak di hamparan laut hingga aku yang akan menjadi guru bagi orang lain dalam menghadapi kehidupan.
Cintaku tak perlu menangis, rinduku tak usah mendendam karena aku ingin tetap hidup untuk menghidupimu.

Toili, 07 Pebruari 2006
kembali copas dari lembaran buku harian 5 tahun lalu dan kini yang sampulnya tak lagi berbentuk..hampir luruh digerayangi rayap

Wajah Gurun dan Wajah Hutan

oleh Emma Hermawati pada 17 Agustus 2011 pukul 14:24
Mengutip paragraf2 yang penuh makna:

Kata "pohon" membuatku tegang, Yang Mulia. Kata itu penuh dengan kengerian dan misteri, segala hantu dan setan. Kau tak dapat melihat jauh ke depan. Kau dikepung. Keadaan gelap. Sinar matahari tersesat dalam sandyakala pepohonan. Dalam sandyakala ini sgalanya terasa tak nyata. Tidak..aku tak mencintai pepohonan. bayang2 pepohonan menindasku dan suara2 kertap dahan2 membuatku sedih.
Aku cinta hal2 sederhana:angin, pasir dan batu. Gurun pasir adalah hal yg sederhana, sesederhana tusukan pedang. Hutan sebaliknya, njelimet sperti simpul Gordian. Aku akan tersesat di hutan.
......itulah satu2nya pemisahan yang nyata antara lelaki hutan dan lelaki gurun. Intosikasi Timur yg kering datang dari gurun, tempat dimana dunia adalah sederhana dan tanpa masalah.
Sedang hutan, mereka penuh pertanyaan
Hanya gurun yang tak meminta, tak memberi dan tak menjanjikan apapun. Tapi api dari jiwa yang datang dari hutan.
Lelaki gurun hanya punya satu wajah  dan hanya tahu satu kebenaran dan kebenaran yang satu itu telah membahagiakannya.
Lelaki hutan punya banyak wajah..........

adapted from Ali dan Nino, a Novel by Kurban Said

Silahkan memilih! 

Lebaran oh Lebaran

oleh Emma Hermawati pada 30 Agustus 2011 pukul 18:34
sekedar berbagi pikiran:
Dalam kehidupan sosial budaya secara umum, konsep Bhineka Tunggal Ika mugkin masah bisa diterima sebagai sesuatu yg wajar & biasa. Tapi dalam persoalan ibadah seperti penetapan 1 Syawal mis_apakah masih ada celah untuk perbedaan itu sehingga menjadi sesuatu yg lumrah, indah & perlu toleransi?  Miris rasanya medengar kalimat2 megenai perbedaan Idul Fitri yg cukup dimaknai seperti sebatas perbedaan budaya biasa yg jadi lebih indah karena ragamnya. Para umara & ulama mestinya bisa mengkaji penyebab permasalahan ini tanpa mengatasnamakan kepentingan masing2 sehingga umat muslim tidak perlu dibingungkan dengan persoalan perbedaan penetapan jatuhnya hari besar Islam seperti tahun2 terrakhir.

Izinkan kami mencium wangi surga ditelapak kakimu, Bunda.

oleh Emma Hermawati pada 31 Agustus 2011 pukul 11:09
Wajah tua itu telah dipenuhi kerut merut..tapi yang tak pudar kelembutannya
yang selalu berusaha tersenyum didepan kita, anak-anaknya..
tegakah kau, adik-adikku menghapus ketulusan senyum itu dengan tingkah tak terpuji?
tegakah kita meneteskan air di matanya yang bahkan mata itu tak menangis ketika ia kehilangan sandaran hidupnya dua belas tahun yg lalu?
Demi Allah...betapa berdosanya kita ketika ulah kitalah yg membuat ia mesti mengelus dada...
Bunda....satu-satunya harta paling berharga yg kita miliki saat ini..
Ia satu-satunya orang di muka bumi yang tak mampu menelan sesuap makanan enak tanpa berkata "bagaimana bisa ku menyantap makanan seenak ini sementara jauh disana anak-anakku tak merasakannya?"
Hanya ia orang di  dunia yang selalu berkata "bagaimana bisa aku hidup berkecukupan disini sementara jauh disana anak-anakku belajar dan kerja dengan hidup yang apa adanya?"
Tak ada orang lain yang pontang panting ketika satu persatu permintaan anak-anaknya menghampiri....
tapi wajah tua yang telah penuh kerut merut itu tak bergeming. Dengan segala kesederhanaannya Ia terlalu perkasa dimataku..
Hari ini....di kursi tua itu ia duduk menunggu dengan surganya dan alangkah meruginya kita yang terlahir dari rahim sucinya sementara tak mampu kita meraih ridha Allah darinya...
Bunda....hari ini izinkan kami, anak-anakmu tuk dapat mencium wangi surga ditelapak kakimu.....

Janji Kita, Janji Matahari!!!!

oleh Emma Hermawati pada 8 September 2011 pukul 23:24
Matahari....pernahkah dia ingkar sehari saja, untuk tidak memberikan sinarnya pada kita????
Dia selalu ada disetiap pagi, kalaupun kita tak melihatnya di suatu waktu, itu bukan karena dia letih apalagi bosan, tapi mungkin ada mendung menghalangi tatapan kita untuk menembus cahayanya..
Pernah mungkin, bahkan bisa saja jadi sering..kita seperti tak mengharap kehadirannya atau mencaci kepanasannya tapi kita semua juga tak memungkiri kalau akan lebih sering kita merindu hangat sinarnya...
Nahh....Janji Matahari itulah yg mesti terpatri di hati kita semua, bahwa dalam keadaan apapun, dibawah tekanan sekeras apa, diantara tajam kritikan yg menusuk sakit telinga, ditengah protes bahkan cibiran dan hinaan..kita tetap seperti matahari yang setia pada janjinya! karena di suatu waktu juga akan ada yang merindukan keberadaan kita.
Matahari terlanjur terbit hari ini hingga janji itu juga mesti kita penuhi!

 Spirit buat Panitia Reuni Akbar 2011 Alumni SMA Negeri 1 Toili
*saya yakin, anda adalah putra-putra matahari yang juga tak pernah ingkar janji. Buktikan itu!!!!!!!*

Maluku Jauh Di Ambon, Malu-ku Ada Disini

oleh Emma Hermawati pada 30 September 2011 pukul 22:43
@ Warnet ERa.Net, sore....
diantara tumpukan kertas, kwitansi, nota, tanda terima dan sebagainya kami, saya dan bendahara panitia reuni akbar asyik menghitung angka-angka yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran reuni...(ceritanya laporan pertanggungjawaban panitia nihhhhh.....). angka-angka yg cukup memusingkan (pusing karena yang dihitung uangnya orang, coba uang pribadi...asyik2 aja hitungnya).
dan ditengah keasyikan kami hitung menghitung, seseorang masuk ke warnet yang tadinya hanya dipenuhi celotehan kami berdua, seorang cowok yang tadi siang browsing & menitipkan berkasnya. Cowok tadi langsung ke salah satu meja dan mulai asyik juga dengan aktivitasnya. Kami tetap asyik dengan rupiah2 & disela tindis-menindis keypad hp untuk menjumlah, teringat kaos yg masih ada di kord Acara Rika. Karena berpikir bahwa pelatihannya sudah selesai, saya mencoba  untuk menelponnya.
"halo, assalamu alaykum"....suara si merpati Rika langsung mampir dikuping
"wa alaykum salam wa rahmatullah....Bank Rakyat Indonesia selamat sore ada yang bisa dibantu?" nada suara sengaja saya buat meniru customer service dari bank, sengaja sebagai nada candaan pada Rika begitu dia lulus pada penerimaaan karyawan Bank pemerintah itu...
"Rika dimana???"
"lagi di MTC buu..."
"wahh klu gitu titipanku jgn lupa ya???? acne series 1 set"
"ok...ada lagi??"
"day cream & night cream, totalnya brapa?"
"seratus ribu lebih......"
"eeehh....skalian ma eyeshadow wrna natural yg cocok ma kulit sawo matang jelang busuk kayak kulitku....."
"hhhhmmmm ibu puber dehh...."
"haaahh....korban reuni"
*katanya tadi mau tanya masalah baju kaos????? iya...tapi bukan itu yg akan jadi permasalahan berikutnya, karena ternyata dua kalimat terakhir diatas yang membuahkan bencana malu bagiku di malam ini.....*

"Rika bilang2 torang puber padahal so dia yang bagitu" cerocosku begitu mengakhiri pembicaraan pada Rahma.
"memangnya kenapa ka'??"
"itu...rika so dia itu yang dapat untung paling banyak dari ini reuni, so dapat kerjaan gara2 reuni eehh...depe cinta juga dia dapat dari reuni..."
"aahhhaaa...yang betul ka'????"
"iya...itu yg malam reuni sama2 dgn dia, yang bantu dia anter2 surat undangan sunatan massal, ada dorang pe foto di upload di grup itu"
"clbk-kah???"
"bukan ji....cinta baru bede'....."

Santai, tanpa beban, tanpa apapun kami asyik bercerita tentang si merpati yg selama kegiatan reuni selalu dijadikan bahan kerjaan.....*anaknya lucu sihhh, jadi rame memang klu ada kicauannya.....hi hi hi...maap maap ya Rika?????*
Begitulah...sampai akhirnya proses  penghitungan suara selesai juga (pemilu kaleee....) dan pemenangnya adalah tetap kertas2 yang berserakan tadi. Menang karena mereka sukses membuat orang berpikir dan mengerutkan kening ketika ada rupiah yang tak sinkron satu sama lain.....huuuffttt......namanya juga pertanggungjawaban...ntar dikira kita lagi yang korupsi...

30 menit setelahnya, masih di warnet, masih dengan satu user cowok tadi yang menggunakan komputer tepat didepan meja server & lagi menelpon..sepertinya telponan dgn orang dekat...*dapa tau dri nada suaranya.....pe melowww skaleee...*...dan......kemudian di hp ku tiga sms yang bunyinya sama masuk di inbox : bu, bs tlp ksni skrg?
satu sms : td sore sptix ada yg mbhs ttg sy ni di warnet. Ehm..
serta satu panggilan tak terjawab
semuanya dari Rika.
Gaswaaatt......kayaknya penting, urgent, darurat dan kondisi siaga nihh.....harus telpon secepatnya!
"iya...ada apa de'??? wa alaykum salam wa rahmatullah..." uppsss...salamnya pun ketinggalan...
"bu...tadi ada ba gosip akan sy di warnet ya???"
"iya..memang sm rahma......" ga ngelak karena emang betul. berusaha jujur padahal dah mulai deg-degan...jangan2 ada yang salah lagi nih..."siapa yang kasih tau? Rahma nelpon ya????"
"hhmmm...orangnya sendiri bu yang bilang...pemeran utamanya....."
secepat kilat otakku berusaha menyambar kembali kejadian tadi sore & orang2 yg ada ada disini daaann....upppssssss mati awakkk...jangan2...jangan2.....jangan2.....cowok yg masih asyik didepanku ini...orang yang kami cerita tadi?????
"tunggu sebentar...tunggu...." suaraku mengecil namun dengan langkah seribu meninggalkan warnet...samar terdengar pertanyaan si merpati "bu diwarnetkah??? ibuu ada diwarnet...????"
"iya...iya....sstttttt....ampun...dia masih di depanku..."
"hhhmm...makanya bu...lain kali cerita itu diperhatikan kondisi dong...."

Waahhh.....kalau dengar istilah orang "satu kosong diaaa", kali ini bagi saya bukan hanya satu kosong tapi benar2 kosong dan banyak kosong.....ternyata user yg selama ini mampir diwarnetku, yang sangat membantu dikegiatan kami, yang kedepannya akan sering berurusan denganku mengenai kelompok tani dan distribusi pupuk subsidi adalah dia...dianya Rika???? yang tadi keliatan asyik browsing padahal dengan sangat jelas menangkap semua cerita kami tentang mereka?????
Tak pernah semalu ini rasanya....mana dia masih ada...ntar dia bayar warnet gimana??? nnati hari minggu ketemu lagi di pembubaran panitia, nanti akan begini, akan begitu. Berarti harus minta maaf nih....., kalau tidak selanjutnya silahkan bayangkan sendiri........

Cerita sore......untuk yang namanya ada disini, maaf jika merasa terganggu karena niat semata hanya ingin sharing kekonyolanku hari ini....

Magrib di Ujung Waktu

oleh Emma Hermawati pada 20 November 2011 pukul 20:38
Magrib kesekian,
di batas siang dan malam itu sesosok berlutut memeluk angin di sudut jendela.
Rumah tua, setua penghuni, setua mimpi yang tak pernah sampai adalah surganya.
Tak peduli lalu lalang orang-orang di sisinya dengan seretan langkah yang terkadang menginjak ujung kelingking.
Berdarah.
Tapi perih tak nampak di kerutan wajah yang beku.
Dia memahat mummi di tubuhnya.
Bertapa.
Namun mummi itu sesungguhnya masih punya jiwa!
Jiwanya yang setia berputar-putar pada kebekuan sore, kedinginan malam bahkan di kehangatan pagi.
Jiwa yang nampak pada buliran air setetes demi setetes disudut mata.
Jiwa yang datang dari labirin waktu dan setia menyapa "kini malam-Mu telah datang dan suara-suara penyeru-Mu telah diperdengarkan, maka Ampunilah kami..."

Magrib berlalu,
sesosok tadi ringkih ditiup angin, di sudut jendela lapuk, membaringkan mimpi.
Tak ada lagi yang berkenan lalu lalang di sekitaran tubuhnya.
Darah dikelingking tak lagi berbekas.
Pias warnanya.
Tapi jiwa yang tadi bertapa dikebekuan kini seperti merpati di ujung awan.
Langit adalah kebebasannya.....

Nikmatnya Ikhlas

oleh Emma Hermawati pada 12 Desember 2011 pukul 21:25
Ketika ingin marah karena "merasa" ada orang tengah merampas hak kita, 
ketika ingin berontak karena "merasa" terkekang oleh hal-hal yang tak "benar" menurut kita, 
ketika "merasa" ketakadilan tengah mengurung kita, 
bahkan ketika "merasa" tengah hidup sendirian didunia yang maha luas ini, 
cobalah berdiri sejenak, mematungkan hati dan pikiran ke angkasa, ke semesta dan sadarilah bahwa boleh saja orang lain tak menemani kesedihan kita, boleh jadi orang tercinta tak mampu ber-empati pada sakit kita namun Allah ternyata tak pernah membiarkan kita sendirian. 
Dia selalu ada disana, disini, disetiap ruang dan waktu..
Kita hanya perlu membuka celah kecil di relung hati untuk sebuah rasa dengan efek maha dasyat bernama IKHLAS kemudian mengalirkan ikhlas tersebut ke seluruh tubuh melalui aliran darah, helaan nafas, detak jantung dan urat nadi.
Hanya perlu melakukan itu dan biarkan rasa IKHLAS tadi yang bekerja otomatis untuk menenangkan amarah kita, menyembuhkan rasa sakit kita.
Dan ternyata tak ada yang merampas hak kita karena adilnya Allah yang telah membagi rezeki pada semua makhluknya, kalaupun belum kita nikmati saat ini maka akan ada hari esok.
Tak ada yang mengekang kita kecuali hawa nafsu kita sendiri.
Bukan kita yang berhak menentukan adil tidaknya sesuatu karena Allah Sang Maha Adil telah menetapkan di Lauh Mahfudz apa-apa yang kepunyaan kita dan milik orang.
Dan bukankah Allah lebih dekat dari urat nadi kita sendiri?????
Sehingga tak ada alasan untuk mengatakan orang-orang tak peduli.
Biarkanlah kalau memang saat itu hanya Allah yang peduli pada kita karena itu jauh lebih penting!
Biarkan KEIKHLASAN itu meyakinkan kita bahwa tak pernah pantas kita mengeluh untuk hidup yang telah diatur dengan SEMPURNA-nya oleh Sang Maha Sempurna, Allah Swt.