oleh Emma Hermawati pada 8 Juli 2011 pukul 23:08
Di malamnya, rinduku pada nyanyian serangga malam yang selalu beriring desah angin dari balik dinding yang tak rapat anyamannya, pada liukan lampu pencari udang yang menarikan tari kasmaran pedalaman. Sunyi namun menghangatkan...lembut dalam keliaran yang menggairahkan
Dan malam ini aku ingin terbang kesana.
Menjumpai kekasih-kekasih khayalan ku disana, di gemerisik mata air dan sunyi hutannya. Lalu ingin mengajak kenanganku bermain kembali, sorak bocah dengan tawa renyah bersama di atas pelepah nyiur melenggok ringan beralas ilalang dari puncak bukit utk berlabuh mesra di pelukan lembah....
Selayarku slalu menawarkan warna berbeda....meski kini, jejeran rumah panggung berdinding dan beratap bilahan bambu sudah tak berbekas lagi; meski pohon “Budong” penanda kampung tak lagi menjulang; meski tinggal mata-mata air “Buhung Kangseba, Buhung Tokka & Buhung2 lainnya” yang tetap mengalir, tetap dengan kedalaman yg terjangkau oleh tangan mungilku-tapi telah diseraki dedaunan gugur dari pohon-pohon kenari di atasnya-aku membayangkan gayung dari buah bila masih menanti tangan yang berkenan menggenggamnya; dan mungkin saat ini hanya mushalla tua-satu-satunya yg tersisa, penanda pernah dalam kurun waktu yang lama, kampung kecil itu merangkai dan menyimpan banyak cerita tak terlupa dari penghuninya.
Sepuluh tahun tak menjamahmu, melabuhkan hasrat ingin lelap dipelukan alammu, Selayarku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar